PDM Kabupaten Sleman - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Sleman
.: Home > Berita > LURUSKAN DAN RAPATKAN SHAF SHALAT IED: Pengalaman PRM-A Banyuraden Gamping Sleman

Homepage

LURUSKAN DAN RAPATKAN SHAF SHALAT IED: Pengalaman PRM-A Banyuraden Gamping Sleman

Sabtu, 24-08-2019
Dibaca: 1239

 

Oleh: Sri Lestari Linawati

 

“Kita shalat di lapangan Banyuraden,” kata mas suami, “nanti bisa bantu mberesin koran.” Mas suami berangkat bareng bungsu kami yang sedang libur sekolah. Saya menyusul, berjalan menyusuri jalanan kampung. Sengaja saya tidak naik motor. Jalan kaki adalah olahraga ringan yang penting untuk saya lakukan. Berjalan dengan kecepatan standar sebagaimana yang disarankan oleh Dr. dr. Probosuseno. Telat nggak ya? Alhamdulillah nggak telat! Yes!!! Bonusnya, kita juga bisa menikmati keindahan alam dan kesejukan cuaca pagi.

“Selamat Datang Jamaah Shalat Ied”. Demikian bunyi backdrop di pintu masuk lapangan Banyuraden yang dipasang oleh Panitia Pelaksana Shalat Ied Pimpinan Ranting Muhammadiyah Banyuraden. Backdrop dengan warna dasar kuning dan tulisan hitam itu tampak anggun mewakili panitia.

Shalat Ied 1, selamat datang.jpeg

Jamaah berdatangan dari berbagai penjuru. Semua bergegas menyusun shaf. Wajah-wajah ceria dan gembira terpancar dari para jamaah. Bapak-bapak Pimpinan Ranting Muhammadiyah Banyuraden dan ibu-ibu Pimpinan Ranting Aisyiyah Banyuraden tampak sibuk menyambut kehadiran para jamaah dan membantu meluruskan shaf.

Segera saya bergabung, mengingat banyaknya jamaah yang hadir. Membantu para jamaah menyusun shaf, mengantarkan hingga ke shaf. Memastikan agar shaf lurus dan rapat. Ternyata di bagian kanan masih kosong, segera kami antarkan jamaah menuju sisi kanan. “Dibantu pasangin tikarnya,” kata Mbak Wuryan. Segera pula saya ikuti. Saya sapa jamaah dan bantu menggelar tikarnya. Alhamdulillah, strategi ini cukup efektif. Selain meminimalkan barisan yang tidak beraturan, dampaknya adalah barisan dapat dipenuhi dari depan ke belakang. Alhamdulillah lumayan rapat juga. Jamaah yang datang sekeluarga 3-4 orang, dicarikan tempat yang agak longgar. Adapun bagi jamaah yang datang sendiri atau berdua dengan putranya yang masih kecil, kita bantu ‘nembungke’ ke barisan jamaah yang sudah duduk di shaf. Jamaah pun berterima kasih.

Dari pengalaman ini saya belajar bahwa ternyata jamaah itu juga butuh ‘diaruhke’, disapa dan dibantu menemukan shafnya. Terkadang ada perasaan sungkan untuk masuk dalam sebuah barisan yang telah ditata tikarnya terlebih dahulu. Dengan begitu, semua mendapatkan kenyamanan dalam melaksanakan shalat berjamaah. Lurus dan rapat adalah kunci kesempurnaan shalat. Dua kata ini seringkali disampaikan sebelum shalat, namun sungguh pelaksanaannya sangat membutuhkan kesadaran bersama. Tanpa adanya kemauan dari setiap jamaah, mustahil lurus dan rapat dapat diwujudkan.

Alhamdulillah hari ini urusan barisan relatif lurus dan rapat. Ke depan, saya kira perlu kita fikirkan lagi bagaimana model penyambutan jamaah yang lebih ramah, lebih mencerdaskan, lebih mencerahkan, dan lebih menumbuhkan kesadaran meluruskan dan merapatkan shaf. Di pintu masuk mungkin perlu ada among tamu yang menyampaikan agar jamaah mengisi barisan depan terlebih dahulu. Seperti music yang kita dengarkan dari kaset atau radio, maka kita juga perlu terus ‘menyanyikan’ dengan merdu himbauan meluruskan dan merapatkan shaf shalat ied. Panitia wajib pasang tampang senyum, ramah dan melayani jamaah.

 

URUSAN ANAK DAN PEREMPUAN

Shalat Ied 2, anak dan perempuan.jpeg

Tuntunan yang kita ketahui saat shalat ied adalah semua musti berbondong-bondong menuju tanah lapang merayakan hari raya ied, laki-laki maupun perempuan, tua, muda, maupun anak-anak. Untuk laki-laki dan perempuan dewasa relative tidak masalah. Yang perlu kita fikirkan adalah urusan anak dan perempuan muda.

Ada masalah apa dengan anak-anak dan perempuan muda? Anak-anak, kira-kira usia tiga tahun ke atas, sudah bisa berdiri dan berjalan. Shalat ied merupakan momentum pendidikan shalat berjamaah bagi mereka. Mengenakannya pakaian muslim dan muslimah untuk mereka adalah bagian hidup terindah yang mereka dapatkan. Sekalipun belum faham maknanya, setidaknya mereka melakukan gerakan shalat dengan benar. Tentu di usia seperti ini, para ibu disibukkan dengan menyiapkan baju muslimnya yang kecil, mukenah atau sarungnya yang kecil, sajadahnya yang kecil. Pengalaman itu teramat indah. Namun kini tak perlu khawatir. Telah marak toko-toko yang menyediakan keperluan muslim/ muslimah dan anak-anak.

Bagi ibu yang memiliki anak di bawah tiga tahun, kemungkinan masih ekstra pengawasan dan perlindungan. Tidak apa-apa. Inilah perjuangan seorang ibu. Jangan takut anak rewel atau menangis. Semua hanya  butuh pengkondisian. Kitalah sebagai ibu yang harus belajar dan belajar untuk tenang dan sigap menghadapi anak batita di jamaah shalat ied di lapangan. Pengalaman itu tidak akan mereka lupakan. Betapapun mereka belum bisa bicara, namun itu akan masuk dalam memorinya. Kerinduan pada Tuhan Allah mustilah kita tanamkan sejak dini pada buah hati kita.

 

KHUTBAH IDUL ADHA

Shalat Ied 3, khusyuk mendengarkan khutbah.jpeg

Khutbah Idul Adha di lapangan Banyuraden, Gamping, Sleman ini disampaikan oleh Ustadz Setyadi Rahman, dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Ustadz Setyadi Rahman memulai khutbahnya dengan membacakan surat Al-Kautsar. Rasa syukur yang tulus karena nikmatNya yang teramat banyak patut kita panjatkan. Karena rahmat dan karuniaNya, kita dapat menunaikan ibadah shalat Idul Adha, maka mari kita tingkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Surat Al-Baqarah (2): 197 disampaikan dalam konteks ibadah haji, juga pada kehidupan kita, bahwa persiapkan bekal, dan sebaik-baik bekal adalah takwa.

Ibadah kurban dirayakan khusus, dengan menyembelih binatang kurban, untuk membangun kepedulian kita. Membela agama Allah dan ajaran Nabi Muhammad. Betapa pentingnya berbuat baik pada sesama manusia. Berbuat baik adalah langka adanya. Sebaliknya yang sering kita saksikan adalah keangkuhan, kesombongan, kerusakan alam dan lingkungan. Manusia tega menghancurkan hidup sesamanya. Hal ini adalah bukti lemahnya komitmen pada kemanusiaan. Padahal fitrah manusia adalah peduli pada sesama manusia. Membenci dan merusak sesame merupakan kecenderungan buruk manusia.

Manusia tetap memerlukan petunjuk dan bimbingan hidup, agar mampu meredam kecenderungan buruk manusia. Agama menuntun kebaikan, berpihak pada kebaikan. Al-Baqarah (2):158 menyampaikan siapa mengerjakan kebaikan dengan kerelaan hati, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui. Maka mencintai kebaikan merupakan wujud khalifatullah fil ardh. Allah berbuat baik pada setiap makhluknya.

Surat Al-Qashas (28): 77 “Dan carilah pahala negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi jangan kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Ayat ini memotivasi kita untuk selalu melakukan kebaikan.

Surat Ali Imran (3):114 “Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan bersegera mengerjakan berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang yang shalih.”

Surat Al-Baqarah (2):148 “Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dai menghadap kepaadanya, maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Surat Al-Mukminun (23): 96 “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan cara yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan kepada Allah.”  Dengan cara yang lebih baik adalah upaya kita menyempurnakan kualitas keimanan kepada Allah. Mari ambil hikmah perjuangan luar biasa Nabi Ibrahim dan Ismail. Nabi Ibrahim rela kehilangan anak yang dicintai. Nabi Ismail rela memberikan kepatuhannya pada orang tuanya. Ini semua bukti bagi kita. Sosok manusia yang lolos ujian Allah. Kurban adalah pembuktian ketaatan kita kepada Allah. Diuji mengeluarkan harta, diuji kerelaan untuk peduli pada sesama.

Terdapat dua dimensi penting ibadah kurban, yaitu Ilahiah dan insaniah. Dimensi Ilahiyah, yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya, perilaku dan kesabarannya. Harta yang kita miliki adalah titipan dan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Adapun dimensi insaniyah, daging kurban yang dibagikan pada sesama adalah wujud kepedulian pada orang lain. Sikap serakah akan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Menyembelih kurban di hari raya Adha dan hari tasyrik adalah simbol kepedulian, diikuti kesediaan berkurban untuk sesama. Hal ini dilakukan agar memiliki pengaruh dan dampak bagi masyarakat, umat dan bangsa.

Konflik-konflik yang terjadi antarbangsa, di dalam bangsa, dan masyarakat dapat diredam dengan adanya kepedulian dan kesediaan berkurban. Kurban adalah ibadah yang akan melahirkan solidaritas. Mari kita akhiri dengan doa yang khusyuk agar Allah kabulkan permohonan kita.

 

SILATURRAHMI IBU-IBU PIMPINAN RANTING AISYIYAH BANYURADEN.

Shalat Ied 4, Ibu2 PRA Banyuraden.jpeg

Hikmah lain shalat berjamaah di lapangan Banyuraden adalah bertemu dengan ibu-ibu Pimpinan Ranting Aisyiyah Banyuraden. Saling tegur sapa setelah sekian lama tidak bersua. Seringkali kesibukan kerja membuat kita tidak sempat bertemu, walaupun forum pengajian ranting. Di titik inilah, saya kira, pelaksanaan catur dharma perguruan tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah perlu difikirkan bersama bagaimana teknik dan strategi pencapaiannya. Tidak cukup melakukan himbauan agar segenap civitas akademika bermuhammadiyah atau ber’aisyiyah. Apalagi menyuruh, memerintah atau memarahi bila tidak aktif bermuhammadiyah/ ber’aisyiyah.

Usai membereskan koran-koran, tikar dan sampah yang berserakan, kami berkumpul sejenak untuk foto. Ada Bunda Zuliani Choliq Ketua Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Gamping yang tinggal di Graha Banyuraden. Ada Bu Wijayanti Ketua Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah Banyuraden, pustakawan senior. Ada Bu Atik Harjono pensiunan PNS yang getol menghidupkan TK ABA Somodaran. Ada Bu Puryekti guru TK ABA yang enerjik, ramah dan supel. Ada Mbak Ning sekretaris PRA Banyuraden yang selalu ditemani suaminya yang setia. Ada Bu Maryati ketua majelis kader yang selalu nagih proposal Baitul Arqam. Maklum kami satu bidang. Ada juga Bu Asih dan Bu Wiwin yang aktif dalam kepanitiaan kegiatan ranting.

Bertemu di lapangan pagi itu, seakan meleburkan segala cita dan impian. Kami saling berpelukan dan saling memaafkan. Kupat, ngaku lepat, mengakui kesalahan dan kekurangan kita. Tidak bisa bertemu di waktu yang diinginkan ranting untuk koordinasi, akibat berbagai kesibukan dan aktivitas lainnya, terobati dengan pertemuan ini. Bertemu dan bincang sejenak pagi itu menjadi sesuatu yang sangat bermakna bagi hati kita.

Pelajaran berharga yang saya dapatkan adalah sediakanlah selalu tempat terbaik di hati kita untuk amal-amal baik yang bisa kita lakukan. Hidup ini tidak cukup hanya untuk pekerjaan dan keluarga. Ada umat yang membutuhkan pemikiran dan uluran tangan kita untuk dientaskan, dibangkitkan, diberdayakan, dicerahkan. Berbagi senyum dan kasih sayang menjadi agenda penting dan strategis menuju Indonesia Berkemajuan, Indonesia yang berdaulat.

 

Allahu akbar..

Allahu akbar..

Allahu akbar walillahil hamd..

Selamat Hari Raya Idul Adha 1440 H.

Lakukan kebaikan dan kebajikan, sepanjang hayat masih di kandung badan.

Para Nabi pun tak pernah lelah berdoa, akankah kita akan putus asa untuk senantiasa memohon dan meminta pada Sang Pencipta?

 

 

Yogyakarta Kota Budaya, 10 Dzulhijjah 1440 H/ 11 Agustus 2019 M.


sumber: srilestarilinawati.wordpress.com


Tags: Penyelenggaraan Shalat Idul Adha, Pimpinan Ranting Muhammadiyah Aisyiyah Banyuraden Gamping Sleman
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: Kegiatan Pimpinan Ranting



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website